Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Sabtu, 19 September 2015

Perkara Bohong dan Angka-Angka

Saya: "Kau selalu berkata kalau kejujuran itu nomor 2, Galang. Responsible itu yang penting.                        Mengapa?"

To be honest, saya tidak ingin menentukan mana yang nomor 2, mana yang nomor satu, atau yang lainnya. But, life ain't nothing but number, right?

Well... sadar tidak, waktu kecil kita sering dibohongi oleh orang tua. Apa yang mereka lakukan sering tidak sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. Let say... Ayah sering berkata, jangan merokok. Merokok itu tidak sehat. Merokok itu begini. Merokok itu begitu. Semuanya negatif. Tapi di balik pintu, yang tentu si anak tidak melihat, ayah sedang asyik dengan racun itu.
Menurutmu, mengapa ayah harus berbohong?
Ya, karena ayah ingin anaknya lebih baik darinya. Ayah ingin anaknya bisa hidup lebih lama dari dirinya dengan hitungan angka-angka bahwa tanpa rokok resiko untuk cepat mati mengecil.

Bulan kemarin, saya berbohong kepada Ayah. Saya pulang telat, ngakunya habis kerja kelompok karena deadline tugas. Faktanya, saya menghabiskan malam dengan puisi-puisi patah hati karena orang yang selama ini saya suka akan menikah esok harinya. Mengapa? kau tahu jawabannya! Saya tidak ingin ayah pusing memikirkan saya. Saya tidak ingin ia sedih melihat anak hebatnya gagal mendapatkan wanita impiannya. Salahkah saya?

Mungkin ini tidak benar, tapi apa yang benar-benar benar?

Ada hal-hal yang tidak bisa kita lakukan tapi harus kita sampaikan kepada orang lain.
Ada hal-hal yang kita rasakan tapi tidak harus diberitahukan kepada orang lain.

Ini persoalan hitungan-hitungan, soal angka, soal hidup dan menghidupkan.

Ibu berbohong,
Ayah berbohong,
Kakak berbohong,
Adik ikut berbohong,
Tuhan, semoga kebohongan-kebohongan ini bisa menambah angka-angka kebahagiaan keluarga kami. Dan mengurangi jumlah kesedihan kami.

Galang: "Got it?"
Saya: "I see. satu pertanyaan lagi!"
Galang: "Apa?"
Saya: "Siapa wanita itu?"
.......................................



Senin, 24 Agustus 2015

aloha!

Halo halo halo!
Apa kabar di sana, Galang.
Di sini ada seorang ayah yang sepertinya masih merindukan gadis kecilnya.

Alam Mimpi Buruk

Bagaimana memulai menjelaskannya, Galang??

Kau pernah bermimpi buruk? Bangun, meludah ke kiri 3x dan tak henti-hentinya meminta perlindungan Tuhan? Itu yang ingin aku jelaskan: Aku (sepertinya) tengah hidup di alam mimpi buruk.

Setelah kepergian mama, hidupku sepertinya hanya terdiri dari dua fase. Fase pertama ketika mama masih hidup, itu kusebut masa lalu. Fase kedua ketika tak ada lagi wujud mama yang bisa kujumpai, yang ini kusebut masa sekarang dan yang akan datang (fase ini juga ku kategorikan alam mimpi buruk).
Jadi ketika aku ingin mengingat sesuatu, akan kutanyai diriku terlebih dulu: “mama waktu itu masih ada atau tidak?"

Aku sebenarnya tak suka mengisahkan ini. Karena aku akan terlihat jelek dengan mata yang sembab. Aku tak ingin bapak melihat itu.
Jadi, jika kau bertanya kemana saja aku selama ini, Galang? Aku hanya sedang berusaha untuk tidak terlihat jelek.

Bapak datang. Ini harus segera ku hentikan. Atau tunggu, biarkan aku menutup pintu kamarku dulu.

*****

Alam mimpi buruk ini tidak begitu buruk, Galang. Masih ada makan-tidur di dalamnya. Masih bisa bergosip sambil ngopi, masih bisa mencari green-tea yang enak, masih ada ketawa. Tapi begitu kau tersadar sedang hidup dimana, semuanya berubah gelap. Pekat. Menakutkan. Otakmu akan sibuk memikirkan cara untuk mengakhiri semua ini, bangun dari mimpi buruk, lalu bertemu dengan dia yang kau cinta. Hanya itu satu-satunya cara untuk mengakhiri ini.

Tapi cintaku tak sejahat itu. Cintaku punya banyak persiapan. Ia mengajariku banyak hal untuk bertahan sebelum akhirnya bertemu. Walaupun, cintaku terkadang galak dan selalu tidak setuju dengan apapun yang aku buat. 
"Wortelnya jangan dipotong begitu. Itu di bawah kursi masih kotor. Kenapa beli baju warna begitu?" dan berbagi gerutu lainnya. Tapi ada kalanya dia hanya diam, tersenyum dengan keputusanku. "Lakukan saja semaumu. Begitu juga tidak buruk." Perkataan itu seperti sebuah pesan untukku: 
Kelak, jika aku tak ada untuk membantumu mengambil keputusan, lakukanlah sendiri. Aku akan selalu mendukungmu. Selalu. Dimanapun aku. 
I love you, cinta.

“Aku akan menunggumu. Menyiapkan kamar terbaik untuk kau tempati. Aku tidak kemana-mana, kau yang harus berjuang menemuiku.” 
Itu pesan cintaku.
Dan itu yang membuatku bertahan di alam mimpi buruk ini.

Aku hanya bisa bercerita segitu, Galang. Ini bukan lagi tentang bapak, tapi aku. Diriku sendiri. Apa yang tidak lebih baik daripada bisa mengenal diri sendiri, yakan?
Mudah-mudahan ada lain waktu untuk kita kembali bertukar cerita, Galang.
I do miss you.
I do miss her.

Kutinggalan sebuah compact disc di depan pintu kamarmu. Kau bisa memutar track terakhir, lost star. That's my lullaby. Semoga kau suka.

Please don't see just a boy caught up in dreams and fantasies
Please see me reaching out for someone I can't see
Take my hand let's see where we wake up tomorrow
Best laid plans sometimes are just a one night stand
I'd be damned Cupid's demanding back his arrow
So let's get drunk on our tears and

God, tell us the reason youth is wasted on the young
It's hunting season and the lambs are on the run
Searching for meaning
But are we all lost stars, trying to light up the dark?

Who are we? Just a speck of dust within the galaxy?
Woe is me, if we're not careful turns into reality
Don't you dare let our best memories bring you sorrow
Yesterday I saw a lion kiss a deer
Turn the page maybe we'll find a brand new ending
Where we're dancing in our tears and

God, tell us the reason youth is wasted on the young
It's hunting season and the lambs are on the run
Searching for meaning
But are we all lost stars, trying to light up the dark?

I thought I saw you out there crying
I thought I heard you call my name
I thought I heard you out there crying
Just the same

But are we all lost stars, trying to light up the dark?

Adam Levine - Lost Stars 

Jumat, 09 Januari 2015

Mangkuk Perasaan

Ada beberapa tempat dimana kau bisa menyimpan perasaanmu, Galang.
Tulisan.
Ucapan.
Doa. Dan,
Kepala.

Belakangan aku senang menggunakan yang terakhir.
Sialnya, kepalaku tidak cukup bisa diandalkan untuk menjadi wadah penyimpanan perasaan. Aku pelupa kelas berat. Sementara perasaan perlu ditengok sesekali. Pelupa bukanlah bakat yang dicari disini. Ibarat kata melamar kerja, seleksi berkas saja kau sudah gagal. Aduh, buyuuung.

Belakangan, aku mencoba menghubungi Tuhan. Kutanyakan: "Bagaimana Kau bisa mempercayai seorang pelupa untuk melaksanakan proyek besar ini?"

Tak ada jawaban!

Ping.
Ping.
Ping.

Tetap tak ada jawaban.

Atau karena pertanyaan ini hanya kusimpan di kepala?
Toh, bukankah dia penerjemah segala bahasa? Termasuk bahasa yang tidak terbahasakan. Kan?