Kutinggalkan beberapa catatan lama untuk kau baca, Galang. Suatu hari jika berjumpa lagi, kita jadi punya bahan obrolan.
I miss anyhow.
Kelas 1 nuansa VIP.
Baiklah, akan kukabari kesibukanku akhir-akhir ini.
Sok penting? Biar saja, feel free to unlike me.
Kau mau mendengarnya? dengarkan saja.
Aku sibuk membuang-buang waktu dengan memikirkan tingkahmu. Mengapa kau begitu malas berkata? Padahal aturannya mudah saja. Kau tinggal mengalimatkan perasaanmu pada sebuah kolom yang dimana jika perasaanmu memerlukan kalimat yang panjang-panjang, maka fualaaahh kolom itu akan membesar dengan sendirinya. Aku menyebutnya kolom karet, elastis, asal tahu saja. Tidak mau tahu? Itulah masalahmu!
Apa asyiknya menjadi pendiam? Bagaimana caramu menahan gemuruh yang ada di otak dan hatimu? Anyway, kau tahu dimana letak hati? Ya, hati* (bukan hati**), kambing hitam yang selalu kau jadikan alasan bahwa ia sedang jatuh ketika menatap orang tertentu. Aku juga sedang sibuk memikirkan itu. Dimana ya? Apa prinsipnya sama dengan mengira-ngira dimana Tuhan berada?
Terakhir, aku hanya mendengarkan kalimat-kalimat pendek darimu. Semisal, “Kau jadi cerewet belakangan ini.” Ato yang ini, “oh ya, lalu?”. Kupikir, kau mengalami sariawan berkepanjangan.
Rajin-rajinlah mengunyah buah.
Jika tidak di-kolom-kolom itu, maka dimana kau menyimpan kalimat-kalimat itu?
Aku akan makin sibuk saja sepertinya.
*hati: sesuatu yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dsb). Ini kuambil random dari kamus.
**hati: organ badan yang berwarna kemerah-merahan dibagian kanan atas rongga perut. Berfungsi untuk menetralkan racun (kurasa itu yang tertulis di buku paket Biologiku semasa SMA). dan kurasa masih ada fungsi lainnya, tapi sori ilmuku melupa.
Oke, begitulah.
Ada pertanyaan?
Baiklah, akan kukabari kesibukanku akhir-akhir ini.
Sok penting? Biar saja, feel free to unlike me.
Kau mau mendengarnya? dengarkan saja.
Aku sibuk membuang-buang waktu dengan memikirkan tingkahmu. Mengapa kau begitu malas berkata? Padahal aturannya mudah saja. Kau tinggal mengalimatkan perasaanmu pada sebuah kolom yang dimana jika perasaanmu memerlukan kalimat yang panjang-panjang, maka fualaaahh kolom itu akan membesar dengan sendirinya. Aku menyebutnya kolom karet, elastis, asal tahu saja. Tidak mau tahu? Itulah masalahmu!
Apa asyiknya menjadi pendiam? Bagaimana caramu menahan gemuruh yang ada di otak dan hatimu? Anyway, kau tahu dimana letak hati? Ya, hati* (bukan hati**), kambing hitam yang selalu kau jadikan alasan bahwa ia sedang jatuh ketika menatap orang tertentu. Aku juga sedang sibuk memikirkan itu. Dimana ya? Apa prinsipnya sama dengan mengira-ngira dimana Tuhan berada?
Terakhir, aku hanya mendengarkan kalimat-kalimat pendek darimu. Semisal, “Kau jadi cerewet belakangan ini.” Ato yang ini, “oh ya, lalu?”. Kupikir, kau mengalami sariawan berkepanjangan.
Rajin-rajinlah mengunyah buah.
Jika tidak di-kolom-kolom itu, maka dimana kau menyimpan kalimat-kalimat itu?
Aku akan makin sibuk saja sepertinya.
*hati: sesuatu yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dsb). Ini kuambil random dari kamus.
**hati: organ badan yang berwarna kemerah-merahan dibagian kanan atas rongga perut. Berfungsi untuk menetralkan racun (kurasa itu yang tertulis di buku paket Biologiku semasa SMA). dan kurasa masih ada fungsi lainnya, tapi sori ilmuku melupa.
Oke, begitulah.
Ada pertanyaan?
******************************************************************************************************************
9 Des 2013
Kelak, mungkin kita akan menghentikan diskusi-diskusi tentang peliknya urusan birokrasi,
hukum yang pandang tebal-tipisnya dompet,
kurikulum pendidikan yang menjlimet,
Konspirasi disana-disini
hukum yang pandang tebal-tipisnya dompet,
kurikulum pendidikan yang menjlimet,
Konspirasi disana-disini
dan juga labilnya ekonomi.
Kita tak butuh lagi terlihat pintar.
Yang kita butuhkan, mungkin, adalah (sedikit tentang) kesederhanaan.
Cerita tentang hujan yang akhir-akhir ini sering kehilangan jam tangan, kompas, atau segala benda yang bisa menunjukkan waktu dan arah karena kedatangannya yang tak terduga,
tentang meja makan dan isi dibalik tudung sajinya,
tentang pakaian kotor yang menumpuk,
tentang ayam-ayam yang mulai bertelur,
warna merah muda yang matching dengan abu-abu,
posisi lemari yang salah,
bunga-bunga yang mulai mekar,
atau mungkin warna langit yang tidak lagi sama.
PUTRI| apa ini juga bagian dari rencana?
apa kira-kira pendapat orang-orang tentang kita? apa itu penting bagimu?
Kita tak butuh lagi terlihat pintar.
Yang kita butuhkan, mungkin, adalah (sedikit tentang) kesederhanaan.
Cerita tentang hujan yang akhir-akhir ini sering kehilangan jam tangan, kompas, atau segala benda yang bisa menunjukkan waktu dan arah karena kedatangannya yang tak terduga,
tentang meja makan dan isi dibalik tudung sajinya,
tentang pakaian kotor yang menumpuk,
tentang ayam-ayam yang mulai bertelur,
warna merah muda yang matching dengan abu-abu,
posisi lemari yang salah,
bunga-bunga yang mulai mekar,
atau mungkin warna langit yang tidak lagi sama.
PUTRI| apa ini juga bagian dari rencana?
apa kira-kira pendapat orang-orang tentang kita? apa itu penting bagimu?
**********************************************************************************************************************
23 feb 2012
Disini saya berdiri. di tempat yang sama. di atas tanah yang sama. di dalam bangunan yang sama. tapi selalu dengan perasaan yang berganti-ganti..
kepura-puraan seringkali menemani saya. Itu.. ketika saya bersama mereka. membahas bait-bait akan masa depan atau sekedar bicara ngalor ngidul untuk membunuh waktu. ya, kepura-puraan menemani saya disana. seringai senyum asal mereka bahagia, akan ku bagi.. aku bukan orang yang pelit.
kepura-puraan seringkali menemani saya. Itu.. ketika saya bersama mereka. membahas bait-bait akan masa depan atau sekedar bicara ngalor ngidul untuk membunuh waktu. ya, kepura-puraan menemani saya disana. seringai senyum asal mereka bahagia, akan ku bagi.. aku bukan orang yang pelit.
betulkan?
teman lainnya bernama kesendirian. dalam sendiri kita berdiskusi. refleksi..
kesendirian selalu mengajarkan saya untuk jujur, jujur pada diri sendiri. jujur bahwa saya mau tersenyum, dan saya pun tersenyum. jujur bahwa saya mau nangis saja, maka saya pun menangis. tak ada yang mesti tertahan.
jujur itu memberikan andil bagi perasaan saya.
kepura-puraan dan kesendirian. dalam kesendirian tak ada kepura-puraan. cuman ada kejujuran. Maka,
menyendirilah.. maka akan kau temukan kejujuran
teman lainnya bernama kesendirian. dalam sendiri kita berdiskusi. refleksi..
kesendirian selalu mengajarkan saya untuk jujur, jujur pada diri sendiri. jujur bahwa saya mau tersenyum, dan saya pun tersenyum. jujur bahwa saya mau nangis saja, maka saya pun menangis. tak ada yang mesti tertahan.
jujur itu memberikan andil bagi perasaan saya.
kepura-puraan dan kesendirian. dalam kesendirian tak ada kepura-puraan. cuman ada kejujuran. Maka,
menyendirilah.. maka akan kau temukan kejujuran
0 komentar:
Posting Komentar