Kau pernah mendengar sebuah kisah
roman, Galang? Kisah bahwa pada awalnya sebelum lahir ke dunia ini, bahkan
sebelum memasuki alam rahim, kita pernah hidup di sebuah alam antah-berantah
bersama dengan pasangan kita masing-masing. Ya pasangan, laki-laki dan
perempuan.
Di situ dikisahkan bahwa kisah cinta yang kita jalani di alam
tersebut kurang lebih sama dengan apa yang terjadi di alam kita sekarang ini.
Bertukar hadiah, cemburu, cek-cok, rayuan gombal, bertengkar, kemudian baikan,
bertengkar lagi dan baikan lagi ya seperti itulah.
Cuman bedanya di alam sana
tidak ada perceraian. Semuanya akan menjadi pasangan sampai mati. Jadi gombalan
semisal “Aku berjanji akan menemanimu hingga akhir hayat” itu terdengar seperti
lagu Indonesia Raya saja di sana. Hanya akan dikumandangakan ketika kita kembali
membutuhkan semangat untuk menjalani hubungan yang mulai menjemukan.
Dinyanyikan pada waktu-waktu tertentu utnuk kembali mengingat perjuangan di awal
karena bagaimanapun ini harus terus dijalani. Tidak berhenti. Sampai Akhir.
Sampai maut datang.
Kau mengertikan apa yang
kumaksud? Aih, aku memang tidak pandai memberi perumpamaan.
Pokoknya begitulah.
Aku yakin kau belum pernah
membacanya. Aku menemukan kisah ini di pojok lemari sebuah perpustakaan yang
tidak banyak diketahui keberadaanya oleh orang-orang. Ah, Aku selalu menyukai hal
yang tidak banyak terjamah oleh orang lain.
Okai, aku lanjutkan.
Err…. Bagaimana cara
mengisahkannya ya?
aku payah soal bernarasi, Galang!
Jadi ya seperti itu. Kau akan hidup
dengan pasanganmu sampai kau mati. Satu orang satu, maksudku tidak ada poligami
ataupun poliandri disana. Poli mata? Mungkin saja ada.
Jika kau bosan dengan pasanganmu,
yang harus kau lakukan bukanlah meninggalkannya tapi mencari cara agar bosanmu
pergi.
Jika kau marah, maka kaupun tak
boleh memilih untuk mengganti pasanganmu.
Seketika kau menyebutkan sebuah
nama pada ijab kabulmu, maka nama itulah yang akan terus menamanimu menjalani
hidup. Tapi hal itu tidak membuat orang-orang di alam sana lantas takut untuk
memiliki pasangan sedini mungkin, tidak. Justru prinsipnya adalah siapa cepat dia dapat ;) . Waw!
Lalu, ketika kau mati apa yang
terjadi dengan pasanganmu? Bolehkah ia mencari pasangan (baru) lagi? TIDAK!
TIDAK BOLEH! Itu melanggar hukum alam sana.
Pasanganmu akan menunggu.
Menunggu apa? Menunggu kematiannya.
Hei hei, bukan bunuh diri
maksudku tapi benar-benar menunggu hingga takdir yang membolehkannya mati.
Selama masa penantian itu,
mungkin ia akan merana, ‘galau’ kata anak muda sekarang, susah move on, dan
berbagai kesulitan hati lainnya.
Dan selama masa penantian itu
juga, dia tidak boleh tinggal di rumah. Dia diwajibkan untuk berjalan-jalan dan
memperhatikan alam disekitarnya termasuk manusia-manusia lainnya. Dan itulah
kali pertama ia boleh meninggalkan rumah dan kota tempat ia tinggal. Iya, jadi
selama kau masih punya pasangan, kau dilarang keras untuk bepergian jauh dari
kotamu. Aturan yang aneh ya?
Lalu hingga maut menjemputmu, kau
akan dibawa ke alam rahim seseorang yang sudah sejak lama mengharapkan
kehadiranmu atau mungkin sama sekali tidak pernah mengharapkan kau muncul: Ibu. Jika
kau berhasil lahir dan muncul ke alam dunia, maka saat itu juga jodohmu sebenarnya sudah
diukir. Aku tidak bercanda, di buku itu memang dikatakan D I U K I R.
Coba lihatlah di telapak
tanganmu, Galang! Disana ada ukiran inisial.
Kau tidak melihatnya? Tidak
berhasil melihatnya belum tentu ia tidak ada, toh?
Dan inisial yang terukir di sana,
di telapak tanganmu itu adalah inisial seseorang yang pernah kau sebutkan
namanya (atau dia yang menyebutkan namamu) pada ijab Kabul di alam
antah-berantah itu. Singkatnya, jodoh kita yang dulu adalah jodoh kita yang
sekarang.
Kita akan kembali bertemu walau
tidak saling mengingat lagi. Karena di alam rahim, memori kita telah dihapus
untuk kembali dijadikan misteri. Ya, kita hanya perlu terus bergerak untuk
kembali bertemu.
Well I’ll keep on walking
Till I find that old love or
that old love comes to find me
Begitulah kisah yang tertulis di buku itu. Kau boleh percaya boleh juga
tidak, Galang. Namanya juga cerita. Dan tentu akan lebih baik jika kau membaca buku itu sendiri daripada harus mendengarkan narasiku yang kacau balau ini.
Kisah itu ditutup oleh lagu the passenger, Keep on Walking. Lagunya
begini, dengarkan ...
Well last night I couldn’t sleep
I got up and started walking
Down to the end of my street
And on into town
Well I had no one to meet
And I had no taste for talking
Seems I’m talking my whole life
It’s time I listen now
Well I walk passed the late
night boys
With their bottles in the
doorways
And I walk passed the business
men
Sleeping like babies in their
cars
And I thought to myself oh son
You may be lost in more ways
than one
But I’ve a feeling that it’s
more fun
Than knowing exactly where you
are
Like a stone
Carried on the river
Like a boat
Sailing on the sea
Well I’ll keep on walking
Oh I’ll keep on walking
Till I find that old love or
that old love comes to find me
Well I walked into the morning
and felt the warm sunlight forming on my shoulders
Cos it hit me with no warning
like a summer sky storming in my lungs
Ain't it funny how the kids walk
by they’ll do anything to make themselves look older
While the women spend their
money on anything that makes them look young
Like a stone
Carried on the river
Like a boat
Sailing on the sea
Oh I’ll keep on walking
Well I’ll keep on walking
Till I find that old love or
that old love comes to find me
Well I’m a stone
And I’m carried on the river
Like a boat
Sailing on the sea
Oh well I’ll keep on walking
Well I said I’ll keep on walking
Till I find that old love or
that old love comes to find me
Till I find that old love or
that old love comes to find me
0 komentar:
Posting Komentar