Hai, Meri.
Oh ya ampun! aku tidak tahu bagaimana harus menuliskan ini, Meri. Maafkan aku.
Aku tahu... aku tahu... aku telat. Sekali lagi, maaf. Seharusnya aku menyapamu semenjak empat hari yang lalu. Bahkan sebelum itu, seharusnya sudah ada agenda kecil di kepalaku akan apa yang ingin kita lakukan saat kita bertemu.
Aku payah, Meri.
Apa dayaku. Tiba-tiba sesuatu menyerang kaki, tangan, bahkan hingga ke pikiranku. Ya, aku bahkan tidak bisa menghadirkanmu di pikiranku.
Apa yang terjadi sebenarnya? akupun tak tahu, Meri.
Look Meri! Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku harus segera pergi. Sesuatu kembali menyerang urat-urat sarafku.
Tapi sebelum pergi, aku ingin menitipkan suatu kode padamu. Sebuah rahasia kecil yang kutemukan hari ini:
"Cinta bukan kontrak antara dua orang yang mencintai diri sendiri melalui
orang lain"
Itu sandi dari Daeng Aan. Kelak kita akan membahasnya.
Maafkan aku, Meri. Tapi aku benar-benar harus segera pergi. Anggap saja ini sebuah mukaddimah pertemuan kita. Aku sungguh berharap agar bisa menemuimu lagi, secepatnya. Ah ya tentu setelah urat-urat sarafku membaik.
Terakhir, jagalah dirimu. Jika penjagaanmu baik, maka akupun akan baik saja.
-Aku.
0 komentar:
Posting Komentar