Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Minggu, 05 Januari 2014

Be Your Self

"Kau ingin aku seperti apa, Galang?" Pertanyaan itu spontan meluncur.
Alis Galang mengkerut tapi dia tidak menanyakan maksudku. Mulutnya masih sibuk mengunyah kripik singkong yang kami beli di ujung komplek rumah kami.

"Maksudku... apa yang mesti kuubah dari diriku? apa yang mesti kutambahkan dan apa yang harus kukurang-kurangi? apakah aku terlalu cerewet ataukah aku terlalu pasif? jahatkah atau sudah cukup baik?"  Kujelaskan tanpa ia minta. Tapi bahasa alisnya meminta penjelasan itu.

"hahahahaha. Kau lucu."  bukannya menjawab, dia malah menertawakanku. 

"haha dan kau sangat tidak lucu!!"
 Kutarik paksa kripik singkong yang sedang ia makan. Kukunyah dengan kasar. Jengkel rasanya.

"Idiiiiiihh... ngambek. Dasar perempuan!"

Kulirik ia sekilas, hanya sekilas. Buru-buru kutarik kembali lirikanku. Aku takut dengan mata itu.

"Kenapa tiba-tiba bertanya begitu? apa itu penting untukmu?" tanya Galang.

Tentu saja penting! apalagi jika itu pendapatmu, Galang...

"Gak penting-penting juga sih. Cuman pengen tau aja. Ya.. anggap saja itu cara saya untuk merefleksi diri. Muhasabah.." Jawabku setengah bohong. Bohong karena kukatakan bahwa ini tidak penting-penting amat. Tapi aku cukup jujur ketika kukatakan bahwa ini caraku merefleksi diri (tentu saja dengan pendapat Galang sebagai cerminnya).

"Meminta pendapat orang lain tentang diri kita memang penting. Tapi tiap-tiap manusia yang kau mintai pendapat, punya standar perfect yang berbeda. Maka kau takkan pernah menemukan jawaban yang benar-benar memuaskan. Yang satu akan berkata ini baik, yang satu akan berkata kurang baik. Pro-kontra akan selalu menghiasi. Be your self! terdengar klise tapi ini jurus yang ampuh. Berusaha memuaskan setiap orang, hanya akan menyita energimu dan pada akhirnya kau takkan mendapatkan apa-apa keculi lelah dan ketidakjelasan karakter. Maka yang kau perlukan sejatinya hanyalah satu pendapat." Galang menggantung kultumnya sore itu. Diambilnya kripik singkong yang tadi kurampas.

"Pendapat siapa?" tanyaku penasaran.

"Tuhanmu." jawabnya sambil menunjuk ke arah langit.

 Ah apa benar Tuhan itu di langit? bukankah dia lebih dekat dari urat leher?

"Tapi terkadang aku tidak cukup pintar untuk mengerti apa kemauan-Nya? aku tidak betul-betul tahu apakah yang kulakukan sudah cukup benar bagi-Nya atau sebenarnya bukan itu yang Dia inginkan. Dia terlalu complicated sometimes."

"Kalau begitu tanyakan kepada dirimu. Lakukanlah segala hal yang ingin kau lakukan, tapi persiapkanlah sebuah jawaban ketika Dia bertanya mengapa kau melakukan itu. Sebuah alasan yang bukan sekedar pembenaran. Tapi sungguh sebuah kebenaran. Yang paling tahu tentang dirimu adalah kau sendiri. Yang menanggung pahala dan dosa ya kamu. Bukan mereka yang berkomentar tentang dirimu. Maka jangan pernah lupa membawa headset. Pakailah jika ada kicauan-kicauan yang tidak ingin kau dengar. See?"

Benar juga. Darimana dia dapatkan kalimat-kalimat ajaib itu?
Tapi bagaimanapun aku butuh tahu seleramu, Galang..

"Oh iya." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku merogoh kantongku, mencari-cari sebuah benda yang hendak kuberikan kepada Galang. "Nih... pakai ya." kusodorkan benda itu kepada Galang.

"Kaca mata hitam? untuk apa?"

ya untuk kamu pakailah. Biar aku bisa berlindung dari matamu.

"Itu punya kakakku. Kemarin ketinggalan di mobil dan dia sudah terbang ke Jakarta. Katanya itu untukku saja. Tapi itukan model laki-laki, jadi kuberikan saja kepadamu. Aku baikkan?" tanyaku sambil memainkan kedua alisku. Menggodanya.

"Kebetulan sekali kaca mata ribenku kemarin hilang entah dimana. Makasih ya. Sampaikan juga terima kasihku kepada kakakmu."

Galang mencoba kaca mata itu. Membiarkannya bertengger di atas hidungya yang tidak-mancung-mancung-amat. Perfecto. Dan yang lebih penting aku aman dari matanya. Tapi tidak berapa lama ia melepaskannya kembali.

"Pulang yuk. Sudah mau hujan sepertinya. Aku juga lapar tapi mamaku tidak ada di rumah. Numpang makan ya di rumahmu?" pintanya sambil tersenyum sok manis di depanku.

"Boleh saja. Tapi setelah itu kau harus membantuku cuci piring. Deal?"

"Siap Kapten!" jawabnya sambil hormat bak sedang upacara bendera.

Ooh aku lupa menanyakan sesuatu sesuatu!

"Mmm.. Galang, Bagaimana jika kau menggunakan kaca mata itu setiap kali kita bertemu?"


0 komentar:

Posting Komentar